Minggu, 25 Mei 2014

3.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Schumpter



Teori Schumpeter dalam Pertumbuhan Ekonomi


     Teori Schumpeter ini pertama kali dikemukakan dalam bukunya yang berbahasa Jerman pada tahun 1911, lalu pada tahun 1934 diterbitkan dengan berbahasa Inggris yang berjudul The Theory of Economic Defelopment. Kemudian Joseph Alois Schumpeter menggambarkan teorinya yang lebih lanjut tentang proses pembangunan dan faktor utama yang menentukan pembangunan dalam bukunya yang berjudul Business Cycles pada tahun 1939.
     Salah satu pendapat Schumpeter yang penting adalah landasan teori pembangunannya yaitu keyakinannya bahwa system kapitalisme merupakan system yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun demikian, Schumpeter meramalkan secara pesimis bahwa dalam jangka panjang system kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi). Pendapat ini sama dengan kaum klasik.
     Proses perkembangan ekonomi menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para innovator atau entrepreneur (wiraswasta). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. Dan kemajuan ekonomi tersebut diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat.
     Dalam membahas perkembangan ekonomi, Schumpeter membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi walaupun keduanya merupakan sumber peningkatan output masyarakat. Menurut Schumpeter pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan “teknologi” produksi itu sendiri. Misalnya kenaikan out put yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama.
     Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan out put yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta. Inovasi ini berarti perabaikan “teknologi” dalam arti luar, miasalnya penemuan produk baru, pembukaan pasar baru dsb. Inovasi tersebut menyangkut perbaikan kuantitatif dari system ekonomi itu sendiri yang bersumber dari kreatifitas para wiraswastanya.
     Pembangunan ekonomi berawal pada suatu lingkungan social, polotik, dan teknologi yang menunjang kreatifitas para wiraswastanya. Adanya lingkungan yang menunjang kreatifitas akan menimbulkan beberapa wiraswasta perintis yang mencoba menerapkan ide ide baru dalam kehidupan ekonomi. Mungkin tidak semua perintis tersebut akan berhasil dalam melakukan inovasi. Bagi yang berhasil melakukan inovasi tersebut akan menimbulkan posisi monopoli bagi pencetusnya. Posisi monopoli ini akan menghasilkan keuntungan di atas keuntungan normal yang diterima para pengusaha yang tidak berinovasi. Keuntungan monopolistis ini merupakan imbalan bagi para innovator dan sekaligus juga merupakan rangsangan bagi para calon innovator. Hasrat untuk berionovasi terdorong oleh adanya harapan memperoleh keuntungan monopolistis tersebut.
Inovasi mempunyai 3 pengaruh yaitu :
1.   Diperkenalkannya teknologi baru
2.   Menimbulkan keuntungan yang lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting bagi akumulasi modal
3.   Inovasi akan di ikuti oleh timbulnya proses peniruan (imitasi) yaitu adanya pengusaha-pengusaha lain yang meniru teknologi baru tersebut

Proses peniruan (imitasi) pada akhirnya akan di ikuti oleh investasi (akumulasi modal) oleh para peniru (imitator) tersebut. Proses peniruan ini mempunyai pengaruh berupa :
1.   Menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para innovator
2.   Penyebaran teknologi baru di dalam masyarakat, berarti teknologi tersebut tidak lagi menjadi monopoli pencetusnya.
         Kesemua proses yang dijelaskan di atas meningkatkan out put masyarakat dan secara keseluruhan merupakan proses pembangunan ekonomi. Dan menurut Schumpeter, sumber kemajuan ekonomi yang lebih penting adalah pembangunan ekonomi tersebut.
Faktor-faktor Penunjang Inovasi :
1.   Di perkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada
2.   Di perkenalkannya cara berproduksi baru
3.   Pembukaan daerah-daerah pasar baru
4.   Penemuan sumber-sumber bahan mentah baru
5.   Perubahan organisasi industry sehingga efisiensi industry

Syarat-syarat Terjadinya Inovasi :
1.   Harus tersedia cukup calon-calonpelaku inovasi (innovator dan wiraswasta) di dalam masyarakat
2.   Harus ada lingkungan social, politik dan teknologi yang bisa merangsang semangat inovasi dan pelaksanaan ide-ide untuk berinovasi

     Sedangkan yang dimaksud dengan innovator atau entrepreneur adalah orang-orang yang terjun dalam dunia bisnis yang mempunyai semangat dan keberanian untuk menerapkan ide-ide baru menjadi kenyataan. Seorang innovator biasanya berani mengambil resiko usaha, karena memang ide-ide baru tersebut belum pernah diterapkan secara ekonomis sebelumnya. Biasanya mereka berani mengambil resiko usaha tersebut karena :
1.   Adanya kemungkinan bagi mereka meraih keuntungan monopolistis
2.   Adanya semangat dan keinginan mereka untuk bisa mengalahkan saingan-saingan mereka melalui ide-ide baru

     Menurut Schumpeter hanya mereka yang berani mencoba dan melaksanakan ide-ide baru yang bisa disebut entrepreneur sedangakan pengusaha yang secara hanya mengelola secara rutin perusahaannya bukan entrepreneur melainkan hanyalah seorang manajer. Kunci dalam proses inovasi adalah terdapatnya lingkungan yang menunjang inovasi tersebut. Menurut Schumpeter, system kapitalis dan bebas berusaha yang didukung oleh lembaga-lembaga social politik yang sesuai merupakan lingkungan yang paling subur bagi timbulnya innovator dan inovasi. Hanya dalam system inilah menurutnya  semangat berinovasi paling tinggi.
Selain itu ada 2 faktor lain yang menunjang terlaksananya inovasi yaitu :
1.   Tersedianya cadangan ide-ide baru secara memadai
2.   Adanya system perkreditan yang bisa menyediakan dana bagi para entrepreneur merealisir ide-ide tersebut jadi kenyataan

Runtuhnya Kapitalisme
1. System kapitalis merupakan system yang paling cocok bagi timbulnya inovasi, pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Dengam demikian menurut Schumpeter bagi Negara-negara sedang berkembang yang berusaha mengejar kemajuan ekonomi (pertumbuhan out put) maka system kapitalisasi tersebut sangat sesuai untuk diterapkan.
2.  Schumpeter berpendapat bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalis akan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat sekaligus distribusi pendapatannya merata. Distibusi pendapatan yang semakin merata ini disebabkan oleh adanya inovasi-inovasi yang akan mengarah kepada barang-barang yang di konsumsi oleh orang banyak sehingga barang-barang menjadi melimpah.
3.  Menurut Schumpeter bahwa dalam jangka panjang system kapitalis akan “runtuh” karena adanya transformasi gradual di dalam system tersebut menuju kearah system yang lebih sosialistis. Ciri dari system kapitalis itu sendiri akan berubah justru karena kesuksesannya dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran. Dengan semakin makmurnya masyarakat maka akan terjadi proses perubahan kelembagaan dan perubahan pandangan masyarakat yang semakin jauh dari system kapitalis asli.

3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Bertahap Menurut Rostow


Teori Pertumbuhan Ekonomi Walt Whitman Rostow
 
            Walt  Whitman  Rostowini diklasifikan sebagai teori modernisasi. Artikel Walt Whitman Rostow yang dimuat dalam Economics Journal pada Maret 1956 berjudul The Take-Off Into Self-Sustained Growth pada awalnya memuat ide sederhana bahwa transformasi ekonomi setiap negara dapat ditelisik dari aspek sejarah pertumbuhan ekonominya hanya dalam tiga tahap: 
    
       1. tahap prekondisi tinggal landas (yang membutuhkan waktu berabad-abad lamanya),
2.      2. tahap tinggal landas (20-30 tahun), dan
3.      3. tahap kemandirian ekonomi yang terjadi secara terus-menerus.
    
        Walt Whitman Rostow kemudian mengembangkan ide tentang perspektif identifikasi dimensi ekonomi tersebut menjadi lima tahap kategori dalam bukunya  The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto yang diterbitkan pada tahun 1960. Ia meluncurkan teorinya sebagai ‘sebuah manifesto anti-komunis’ sebagaimana tertulis dalam bentuk subjudul. Rostow menjadikan teorinya sebagai alternatif bagi teori Karl Marx mengenai sejarah modern. Fokusnya pada peningkatan pendapatan per kapita, Buku itu kemudian mengalami pengembangan dan variasi pada tahun 1978 dan 1980.
            Rostow pulalah yang membuat distingsi antara sektor tradisional dan sektor kapitalis modern. Frasa-frasa ini terkenal dengan terminologiless developed, untuk menyebut kondisi suatu negara yang masih mengandalkan sektor tradisional, dan terminologi more developeduntuk menyebut kondisi suatu negara yang sudah mencapai tahap industrialisasi dengan mengandalkan sektor kapitalis modern.
            Dalam hal prekondisi untuk meningkatkan ekonomi suatu negara, penekanannya terdapat pada keseluruhan proses di mana masyarakat berkembang dari suatu tahap ke tahap yang lain. Tahap-tahap yang berbeda ini ditujukan untuk mengidentifikasi variabel-variabel kritis atau strategis yang dianggap mengangkat kondisi-kondisi yang cukup dan perlu untuk perubahan dan transisi menuju tahapan baru yang berkualitas. Teori ini secara mendasar bersifat unilinear dan universal, serta dianggap bersifat permanen.
            Pembangunan, dalam arti proses, diartikan sebagai modernisasi yakni pergerakan dari masyarakat pertanian berbudaya tradisional ke arah ekonomi yang berfokus pada rasional, industri, dan jasa. Untuk menekankan sifat alami ‘pembangunan’ sebagai sebuah proses, Rostow menggunakan analogi dari sebuah pesawat terbang yang bergerak sepanjang lintasan terbang hingga pesawat itu dapat lepas landas dan kemudian melayang di angkasa.
Pembangunan, dalam arti tujuan, dianggap sebagai kondisi suatu negara yang ditandai dengan adanya:
 a) kemampuan konsumsi yang besar pada sebagian besar masyarakat,
 b) sebagian besar non-pertanian, dan
 c) sangat berbasis perkotaan.

           Sebagai bagian teori modernisasi, teori ini mengkonsepsikan pembangunan sebagai modernisasi yang dicapai dengan mengikuti model kesuksesan Barat. Para pakar ekonomi menganggap bahwa teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi ini merupakan contoh terbaik dari apa yang diistilahkan sebagai ‘teori modernisasi’.

     Tahap-Tahap Linear Pertumbuhan Ekonomi Rostow

    Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang linear (mono-economic approach) inilah yang menjadi syarat pembangunan untuk mencapai ‘status lebih maju’.
 Rostow membagi proses pembangunan ke dalam lima tahapan yaitu:
1. Tahap masyarakat tradisional (the traditional society), dengan karakteristiknya:
  • Pertanian padat tenaga kerja;
  • Belum mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi (era Newton);
  • Ekonomi mata pencaharian;
  • Hasil-hasil tidak disimpan atau diperdagangkan; dan
  • Adanya sistem barter.
2. Tahap pembentukan prasyarat tinggal landas (the preconditions for takeoff),
yang ditandai dengan:
  • Pendirian industri-industri pertambangan;
  • Peningkatan penggunaan modal dalam pertanian;
  • Perlunya pendanaan asing;
  • Tabungan dan investasi meningkat;
  • Terdapat lembaga dan organisasi tingkat nasional;
  • Adanya elit-elit baru;
  • Perubahan seringkali dipicu oleh gangguan dari luar.
3. Tahap tinggal landas (the take-off), yaitu ditandai dengan:
  • Industrialisasi meningkat;
  • Tabungan dan investasi semakin meningkat;
  • Peningkatan pertumbuhan regional;
  • Tenaga kerja di sektor pertanian menurun;
  • Stimulus ekonomi berupa revolusi politik,
  • Inovasi teknologi,
  • Perubahan ekonomi internasional,
  • Laju investasi dan tabungan meningkat 5 – 10 persen dari
  • Pendapatan nasional,
  • Sektor usaha pengolahan (manufaktur),
  • Pengaturan kelembagaan (misalnya sistem perbankan).
4. Tahap pergerakan menuju kematangan ekonomi (the drive to maturity), ciri-cirinya:
  • Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan;
  • Diversifikasi industri;
  • Penggunaan teknologi secara meluas;
  • Pembangunan di sektor-sektor baru;
  • Investasi dan tabungan meningkat 10 – 20 persen dari pendapatan nasional.
5. Tahap era konsumsi-massal tingkat tinggi (the age of high mass-consumption) dengan:
  • Proporsi ketenagakerjaan yang tinggi di bidang jasa;
  • Meluasnya konsumsi atas barang-barang yang tahan lama dan jasa;
  • Peningkatan atas belanja jasa-jasa kemakmuran
            Dengan melihat aspek lainnya yaitu sosial, politik, dan aspek nilai-nilai mengenai karakteristik tahap-tahap pertumbuhan ekonomi di atas, maka dapat digambarkan sebagai berikut.
          Menurut Rostow, dalam hal mengenai perubahan dari tahap tradisional ke arah industrial sebagai syarat pembangunan dan kemajuan, pembangunan ekonomi atau proses transformasi masyarakat dari tahap tradisional menjadi masyarakat modern merupakan suatu proses yang multi-dimensional. Pembangunan ekonomi bukan berarti perubahan struktur ekonomi suatu negara yang ditunjukkan oleh menurunnya peranan sektor pertanian dan meningkatnya peran sektor industri saja. Perubahan yang dimaksud selain dari perubahan struktural dari tradisionalitas menuju modernitas, dapat digambarkan sebagai berikut:
  1. Perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik, dan sosial yang pada mulanya berorientasi kepada suatu daerah menjadi berorientasi ke luar.
  2. Perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga, yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi keluarga kecil.
  3. Perubahan dalam kegiatan investasi masyarkat, dari melakukan investasi yang tidak produktif (seperti halnya menumpuk emas, membeli rumah, dan sebagainya) menjadi investasi yang produktif.
  4. Perubahan sikap hidup dan adat istiadat yang terjadi kurang merangsang pembangunan ekonomi (misalnya penghargaan terhadap waktu, penghargaan terhadap prestasi perorangan, dan sebagainya)
     Dengan demikian, dasar pembedaan proses pembangunan ekonomi menjadi lima tahap tersebut adalah karateristik perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik, serta nilai-nilai dalam masyarakat.
     Titik sentral dari argumentasi Rostow adalah bahwa cepat atau lambat, semua masyarakat dunia akan melewati rentetan dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi di atas. Faktor penentunya adalah kondisi alam, ekonomi, politik, dan budaya.
    
Kritik terhadap Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi
Sejumlah kritik terhadap teori Rostow dapat digambarkan sebagai berikut:
  1. Teori Rostow dianggap terlalu sederhana;
  2. Rostow menyebut tentang tabungan dan investasi namun tidak mengklarifikasi mengenai perlunya infrastruktur keuangan untuk menyalurkan tabungan yang ada ke dalam investasi;
  3. Bahwa investasi yang dimaksud Rostow belum tentu akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi;
  4. Rostow tidak memasukkan unsur-unsur lain sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Perlunya infrastruktur lainnya seperti sumber daya manusia (pendidikan), jalan-jalan, jalur kereta api, jaringan-jaringan komunikasi;
  5. Teori Rostow tidak menjelaskan bahwa efisiensi dari penggunaan investasi apakah ditujukan untuk aktivitas-aktivitas produksi ataukah untuk penggunaan lainnya;
  6. Bahwa pernyataan Rostow mengenai ekonomi negara-negara di dunia akan saling mempelajari satu sama lain dan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan pada kenyataannya belum pernah terjadi.
  7. Argumentasi Rostow tentang pertanian sebagai ciri keterbelakangan tidak beralasan.
  8. Rostow berargumentasi bahwa tahapan pertumbuhan ekonomi di Eropa akan juga terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
  9. Bahwa sejarah pada kenyataannya tidak akan berulang dengan cara yang sama. Dengan kata lain, bahwa setiap pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia tidak selalu sama, tetapi justru punya karakteristik masing-masing.

3.3 Teori pertumbuhan Ekonomi neo Klasik Menurut Robert Solow



Teori Pertumbuhan ekonomi Neo klasik menurut Robert Solow


     Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif.
     Robert Solow adalah ahli ekonomi yang memenangkan hadiah nobel pada tahun 1987. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai jika ada pertumbuhan output. Pertumbuhan output terjadi jika dua faktor input, yakni modal dan tenaga kerja dikombinasikan, sedangkan faktor teknologi dianggap konstan (tidak berubah). Adapun yang tergolong sebagai modal adalah bahan baku, mesin, peralatan, komputer, bangunan dan uang. Dalam memproduksi output, faktor modal dan tenaga kerja bias dikombinasikan dalam berbagai model kombinasi. Sehingga, bisa dituliskan dalam rumus sebagai berikut:
Q= f (C.L)
Keterangan:
Q = Jumlah output yang dihasilkan
f = Fungsi
C = Capital (modal sebagai input)
L = Labour (tenaga kerja, sebagai input)

Rumus di atas menyatakan bahwa output (Q) merupakan fungsi dari modal (C) dan tenaga kerja (L). Ini berarti tinggi rendahnya output tergantung pada cara mengombinasikan modal dan tenaga kerja.
Model Pertumbuhan Neokalsik
     Model Solow sebagai salah satu model pertumbuhan ekonomi memberikan analisis statis bagaimana keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya terhadap tingkat produksi output. Model ini memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa perekonomian di suatu negara bisa tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi di negara lain.
     Teori yang dicetuskan oleh Robert Solow tentang pertumbuhan ekonomi dimulai dengan melakukan asumsi dasar tentang neoklasikal fungsi produksi dengan decreasing returns to capital. Dimana rates of saving dan pertumbuhan populasi adalah faktor yang eksogenous. Kedua variabel itulah menentukan kondisi steady-state level of income. Karena masing-masing negara memiliki kondisi saving rate dan pertumbuhan populasi yang berbeda, maka berbeda pula tingkat steady state di negara-negera tersebut. Semakin tinggi tingkat saving, semakin kaya negara tersebut. Dan Semakin tinggi tingkat population growth, semakin miskinlah negara tersebut.
     Sebelum menganalisis lebih dalam, kita perlu mengetahui asumsi-asumsi yang digunakan dalam model Solow sebagai berikut:  
a) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja ditentukan secara eksogen,
b) Fungsi produksi merupakan fungsi dari Modal dan tenaga kerja, serta
c) Investasi dan tabungan merupakan bagian yang tetap dari output.

Constant return to scale
     Asumsi pertama model neoklasik adalah dengan menganggap tidak ada perubahan pada angkatan kerja dan teknologi ketika terjadi proses akumulasi modal dalam perekonomian di suatu negara. Proses akumulasi modal ini nantinya hanya ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap barang. Dalam model ini, output bergantung pada persediaan modal dan jumlah tenaga kerja.  Untuk memudahkan analisis, kita nyatakan seluruh variabel dalam perekonomian per tenaga kerja yang menunjukkan jumlah output per tenaga kerja sebagai fungsi dari jumlah modal per tenaga kerja.
     Pada setiap modal, fungsi tersebut menunjukkan berapa banyak output yang diproduksi dalam perekonomian. Dari fungsi produksi ini, jika kita derivasikan satu kali, akan diperoleh marginal product of capital (MPK) yang didefinisikan sebagai seberapa banyak tambahan  output yang dihasilkan oleh seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan.
     ketika nilai modal rendah, rata-rata pekerja hanya memiliki sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal tambahan akan begitu berguna dan dapat memproduksi output tambahan lebih banyak. Ketika nilai modal tinggi, rata-rata pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit tambahan modal hanya akan sedikit menghasilkan output tambahan.

Investasi dan Komsumsi dalam Keseimbangan

      Peranan permintaan terhadap barang dalam model neoklasik berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja merupakan jumlah dari konsumsi per pekerja dan investasi per pekerja.  Dalam model neoklasik, diasumsikan setiap tahun seseorang akan menabung sebagian dari pendapatan mereka dengan nilai tetap dan mengkonsumsi sebesar selisih nilai pendapatan dengan tabungan tersebut, yang merupakan bentuk fungsi konsumsi sederhana.

     Untuk melihat pengaruh fungsi konsumsi tersebut terhadap investasi, kita substitusikan asumsi di atas ke dalam identitas perhitungan pendapatan nasional, sehingga diperoleh bahwa tingkat investasi sama dengan tabungan. Jadi secara tidak langsung, tingkat tabungan menunjukan seberapa besar bagian output yang dialokasikan untuk investasi.

     Seiring dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi, persediaan modal akan mengalami perubahan. Perubahan ini dapat bersumber dari dua hal : investasi dan depresiasi. Investasi berupa perluasan usaha dan penambahan modal, sedangkan depresiasi mengacu pada penggunaan modal sehingga persediaan modal berkurang. persediaan modal yang dimiliki dengan akumulasi modal  baru. Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, kita asumsikan bahwa sebagian dari persediaan modal menyusut setiap tahun (tingkat depresiasi). Dengan demikian, kita bisa menyatakan dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal merupakan perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu ke tahun berikutnya.

     Dengan demikian semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar jumlah output dan investasi. Namun, semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar pula jumlah depresiasinya. Ketika perekonomian berada di dalam kondisi tertentu, yakni pada saat jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi, persediaan modal dalam perekonomian dinyatakan dalam keseimbangan. Kondisi ini disebut steady state level of capital, dimana persediaan modal  dan output berada dalam kondisi mapan sepanjang waktu (tidak akan bertumbuh ataupun menyusut). Dari  sini juga kita dapat mengetahui berapa tingkat modal per pekerja pada kondisi steady state. Kondisi steady state ini, dengan kata lain, menunjukkan ekuilibrium perekonomian di jangka panjang.

 

Pengaruh Tabungan Terhadap Pertumbuhan

     Model neoklasik menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal pada kondisi steady-state. Dengan kata lain, jika tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat ouput yang tinggi, serta sebaliknya. Dasar dari model Solow inilah yang kemudian banyak dikaitkan dengan kebijakan fiskal. Defisit anggaran yang terjadi terus-menerus dapat mengurangi tabungan nasional dan menyusutkan kemampuan berinvestasi. Konsekuensi dalam jangka panjang, yakni rendahnya persediaan modal dan pendapatan nasional.

     Dalam kaitannya dengan tingkat pertumbuhan, menurut Solow, tingkat tabungan yang lebih tinggi hanya akan meningkatkan pertumbuhan untuk sementara sampai perekonomian mencapai kondisi steady-state baru yang lebih tinggi dari sebelumnya. Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang tinggi, maka hal itu hanya akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi tanpa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi.